KKN Pitagoras, Penuh Makna dan Cerita

Hai hai hai, long time no see :)

Saya punya cerita nih. Mau baca gaa? Gak mau yaa? Harus mau doong, kan udah terlanjur nyasar di blog ini. Baca sampe abis yaa........


UAS semester 6 sudah berlalu. Rasanya ingin cepat-cepat menghabiskan waktu untuk liburan. Namun, apa daya. Ada salah satu kegiatan wajib yang harus saya tuntaskan. KKN alias Kuliah Kerja Nyata. Ya, itulah salah satu kegiatan yang harus kami lakukan sebagai salah satu syarat kelulusan kami dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, KKN juga menjadi kegiatan implementasi dari salah satu butir Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Masyarakat. Terbayang oleh saya, apa yang bisa saya lakukan untuk masyarakat dengan latar belakang pendidikan saya, yaitu Sistem Informasi? Mengajari mereka membuat aplikasi? Hampir mustahil saya lakukan, mengingat saya saja yang kuliah selama 3 tahun hampir selalu mendapat kesulitan ketika mendapat tugas “ngoding” atau membuat aplikasi. Selama menjelang KKN, saya terus berpikir. Program apa yang dapat saya lakukan, setidaknya dapat memberikan sebuah ilmu baru kepada masyarakat tentang Sains dan Teknologi. Jadilah saya memberikan sebuah penyuluhan tentang internet sehat. Yah, walaupun peserta penyuluhan hanya terdiri dari siswa/i kelas 11 dan 12 dari sebuah sekolah kejuruan, namun lega rasanya ketika mereka terlihat antusias mendengarkan saya berceloteh sepanjang 90 menit.

Berkesankah KKN yang saya jalani ini? Lebih dari kata berkesan. Ini sebuah pengalaman yang tidak akan pernah terlupa seumur hidup saya. Betapa tidak, kami tinggal di sebuah rumah di dekat persawahan yang pada saat itu padi sedang menguning. Dan tahukan apa yang terjadi? Saya mengalami gatal-gatal yang luar biasa. 1 hari? Bukan. 2 hari? Itu sebentar. Hampir 3 minggu saya mengalami itu. Hanya saya? Ternyata tidak. Kami semua. Catat itu. KAMI SEMUA MENGALAMI GATAL-GATAL. Luar biasa perjuangan kami melawan gatal-gatal itu. Mulai dari mencoba mengurangi gatal-gatal tersebut dengan bedak, hingga berpikir ngawur soal teknologi apa yang bisa kami gunakan untuk menggaruk agar rasa gatal tersebut segera hilang.

Berhenti dengan cerita gatal-gatal, karena sekarang saya malah menjadi gatal-gatal kembali. Kita coba ceritakan beberapa anak yang saya temui di lokasi KKN. Namanya Michael (nama pelaku sengaja saya samarkan, karena saya tiba-tiba lupa siapa nama pelaku). Siswa kelas 6 di sebuah sekolah dasar. Ketika saya saya selesai mengajar, iseng saya bertanya kepada siswa/i di kelas tentang cita-cita mereka. Ada yang ingin bercita-cita menjadi dokter, guru, pilot, pemain sepakbola, dan pengusaha. Namun, ada satu jawaban yang hingga saat ini masih selalu menjadi bahan renungan bagi saya pribadi.

Ketika saya bertanya, “Michael, cita-cita kamu apa nanti jika sudah besar?”.
Michael pun menjawab, “ahli goprok kak”.

Sontak saja seisi kelas tertawa terbahak-bahak. Karena saya tidak mengerti maksudnya, maka saya mencoba bertanya ke siswa yang lain tentang arti kata “goprok”. Dan ternyata itu adalah salah satu permainan judi di desa tersebut. Ketika saya tanya alasannya mengapa ia bercita-cita menjadi ahli “goprok”.

Dengan santainya ia menjawab, “Gampang dapet uangnya kak, terus bisa kapan aja kerjanya. Asal ada lawannya, kita bisa kerja dan dapet uang.”

Bayangkan! Seorang anak dengan status pelajar, memiliki jalan pikiran yang seperti itu. Pada akhirnya, saya mencoba memberikan pengertian bahwa memang benar, bahwa cita-cita itu bisa apa aja. Mereka bebas memilih. Tetapi, ada sebuah tanggung jawab yang selalu mereka bawa kemana pun. Nama baik keluarga, nama baik diri sendiri, dan tanggung jawab kita sebagai seorang hamba-Nya. Michael pun menerima nasihat saya dengan baik dan berjanji akan belajar lebih giat lagi.

Namanya Lia, Wilda, dan Nada. Mereka 1 geng di kelas 6 (saya anggap seperti itu karena ke mana pun mereka selalu bersama). Dan mereka-lah yang sangat teramat cerewet soal bimbel teknologi (les komputer). Mereka pula yang rajin menanyakan kabar saya dan kegiatan apa yang sedang saya lakukan. Saya jadi seperti punya adik kecil yang lagi manja-manjanya dengan sang kakak. Khawatir disebut “pedofil” (ini hanya ejekan semata dan saya tidak merasa terlecehkan, walaupun terkadang jadi pengen nyubit yang ngomong) oleh rekan-rekan KKN, maka saya pun mencoba bersikap biasa saja terhadap mereka. Terlebih mereka semua tidak bisa dikatakan tidak berparas rupawan. Wajah yang oval, ditambah kulit sawo matang, dihiasi senyum manisnya, terkadang membuat saya lupa jika mereka itu MASIH SD.

Kemudian ada lagi geng dari sekolah yang berbeda. Namanya Elva, Depa, dan sebut saja Mawar (nama sengaja disamarkan agar pembaca tidak tahu bahwa sebenarnya saya lupa siapa nama anak yang satu lagi itu). Berbeda dengan geng yang sudah saya jabarkan di atas, yang ini merupakan geng anak pramuka yang kerjaannya mencegat kalo saya mau pulang ngajar les komputer. Bahkan kadang kerah baju saya ditarik seperti preman nagih jatah keamanan. Sumpah! Baru itu harga diri saya serasa diinjak-injak oleh anak kecil. Baiklah cerita tentang anak-anak ini akan saya skip karena sudah mulai ngelantur dan berlebihan.

Kelompok Bapak-bapak Rumpi :)

Beralih ke rekan-rekan kelompok. Ada Inas (FEB) dan Fawwaz (FSH), Ketua dan Wakil Ketua yang kompaknya bukan main, bahkan soal BAPER (bawa perasaan) pun kompak. Yah, mungkin jodoh *eh keceplosan*. Ada si tukang protes Dena (FISIP) yang gaya bicaranya politikus banget. Tidak kalah uniknya Bapak Proklamator di kelompok kami, yaitu Bung Sukarno (FSH) dengan goyang khasnya, di mana saat bergoyang hanya perutnya saja yang bergetar. Bersamaan dengan Bung Sukarno, ada Abang Arief atau biasa dipanggil Bang Buan (FST). Beliau ini juga kalo denger sebuah lagu khas (yang hingga saat ini saya tidak tahu judulnya apa) pasti selalu bergoyang. Lalu ada Abang Nasir (FST) yang jika beliau ngomong itu, semua harus fokus meninggalkan semua pekerjaannya (bukan karena pesona bang Nasir, tapi karena kadang-kadang ga jelas yang diomongin hehehe). Soal ngomong ga jelas, ada lagi yaitu Bagja (FST). Selain ga jelas, terkadang pikirannya dipenuhi oleh hal-hal yang berbau 17 tahun ke atas (tidak perlu saya sebutkan apakah itu, karena saya yakin pembaca pun sudah mengerti maksud saya). Ada Ifa (FSH), dan menurut saya ini anggota kelompok yang sepertinya benar-benar tidak punya beban hidup. Nurut aja deh sama siapa aja (dan paling kayak anak kecil hahaha maaf fa). Biarpun kayak anak kecil, tetep aja bisa membuat Aa Atma (FSH) tidak bisa berpaling ke anak SMP atau SMA yang ditemui di desa (no offense Aa hehe). Ada Ririn (FEB) yang jadi partner nganter surat undangan ke RT dan RW, jadi rekan nonton film bareng juga (walaupun keseringannya saya tinggal tidur hehe). Ada artis dangdut juga, sang megabintang Nurul (FUF) dan megamendung Otul (FEB), yang kalo udah ketemu yang namanya dangdut udah ga bisa dihentikan lagi. Dan yang terakhir ada duo FAH, Tonah dan Nindy. Bendahara dan Koordinator Konsumsi ini kalo udah ngobrol berdua, mereka seperti punya dunia sendiri, yang lain cuma ngekos. Dan yang terakhir ada Ustadz Ubad Badru Salam (FAH). Kang Ubad inilah yang sering “ngewakilin” kita sholat Subuh di mushola karena kita jarang yang bangun pagi (bukan faktor males sih, mungkin karena tidurnya terlalu larut *alibi*).

Acara pembukaan KKN Pitagoras di Kantor Desa Kosambi, Kabupaten Tangerang
kiri atas ke kanan atas : Otul, Ifa, Nurul, Dena, Pak H. Amsori (Lurah), Bu Wati (Dospem), Tonah, Nindy, Inas, Ririn
kiri bawah ke kanan bawah : Hafiz (saya), Arief, Sukarno, Bagja, Ubad, Fawwaz, Nasir, Atma

Suasana kekeluargaan di desa tempat kami melakukan KKN sungguh terasa. Mulai dari Pak RT 06 yaitu Pak Masyadi alias Pak Jojon yang mengenalkan kami dengan kucay-nya (salah satu makanan khas desa yang bentuk rupanya mirip rumput untuk ngasih makan kambing hahaha), Pak Madtoni alias Pak Toni yang hampir setiap saat selalu standby untuk membantu kegiatan kami terutama kegiatan yang melibatkan masyarakat desa, Kang Mul dengan gaya “Alhamdulillah”-nya yang membuat hati serasa teriris ketika mendengarnya (karena jika kalimat tersebut sudah berkumandang di mushola, itulah tandanya kami harus ke mushola dan bawa sesuatu, yaah minimal buat ngemil hehehe), ataupun keluarga dari Bi Enok yang selalu siap makanan dan kamar mandi kapan pun kami butuh.

KKN ini awal dari perjuangan. Awal dari masa depan yang akan kami hadapi. Merupakan tutorial dari kehidupan bermasyarakat yang akan kami jalani. Setidaknya, kami telah mencoba untuk membuat diri kami berdaya guna untuk masyarakat.

“Jika tua nanti kita telah hidup masing-masing, ingatlah hari ini...” begitulah ungkapan sebuah lirik lagu dari Project Pop yang berjudul Ingatlah Hari Ini. 30 hari bersama, dari mulai bangun tidur hingga kembali tidur, bukan waktu yang sebentar untuk kita saling mengenal dan memahami serta mengerti kekurangan masing-masing.

KKN Pitagoras, kenanglah saya. Kenanglah semua yang pernah kita lakukan bersama. Kenanglah. Karena dengan mengenang, kita bisa menentukan jalan ke depan. Dengan mengingat masa lalu, kita bisa menatap masa depan.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Please comment here ....